
Hai sahabat.. Berikut adalah thread Laporan dugaan eksploitasi anak dibalik Audisi Beasiswa Djarum Bulutangkis.. #TangkisEksploitasiAnak #JanganMauDitipu pic.twitter.com/8D7kdHrRyl


Sejak 2006, Djarum menggelar audisi beasiswa bagi anak-anak untuk mendapatkan pelatihan bulutangkis. Semula audisi beasiswa ini diperuntukan bagi remaja usia 15 tahun dan pada tahun 2017 peserta audisi yang dijaring lebih muda lagi mulai di bawah usia 6 tahun.

Semula audisi hanya digelar di kota Kudus, tapi sejak tahun 2015, audisi ini melebar ke berbagai kota di Indonesia.

Djarum memang punya pengalaman panjang tentang bulutangkis. Tahun 1974 mereka mendirikan Persatuan Bulutangkis Djarum di Kudus Jawa Tengah, kota yang menjadi pusat pabrik rokok perusahaan ini.

“Pembinaan” atlet bulu tangkis ini kemudian menginspirasi Djarum memanfaatkannya untuk menjadi bagian strategi pemasaran, terutama setelah PP 109 lahir pada tahun 2012 sebagai turunan Undang-Undang Kesehatan No. 36/2009 membatasi iklan rokok di berbagai media.

Di 2018, Audisi diselenggarakan dari bulan Maret - September di 8 kota. Promosi kegiatan dilakukan scr massif sejak Januari di televisi, koran, youtube, instagram dan facebook. Jumlah peserta anak usia 6-15 tahun yg ikut audisi 5.957 org, sdg yg mendapatkan beasiswa hanya 23 org

Dlm 10 tahun jumlah peserta audisi naik hingga lebih 13 kali lipat, yaitu 445 org pd tahun 2008 menjadi 5.957 orang pada tahun 2018. Total selama 10 tahun 23.683 anak terlibat, namun jumlah penerima beasiswa hanya 245 org saja, yaitu 0,01% dari jumlah peserta yg mengikuti audisi pic.twitter.com/CKMZ2Xd7jK


Pd audisi ini peserta diharuskan mengenakan kaos dengan tulisan besar “DJARUM” dibagian depan kaos dengan jenis huruf (font) & warna tulisan Djarum sm dgn jenis huruf (font) & warna merek rokok Djarum. Selain itu selama kegiatan berlangsung anak juga terpapar brand image Djarum pic.twitter.com/vpYmNDBfvE


Bagi anak di atas usia 13 tahun, maupun orang tua, mereka tahu logo & huruf Djarum itu berasosiasi dgn merek produk roko yg berbahaya bagi kesehatan. Ketika ditanya soal Djarum, mereka cepat jwb “Djarum adalah rokok”, sblm pd jawaban berikutnya bahwa “Djarum adalah bulu tangkis”

Sebaliknya, bagi anak-anak yang lebih kecil, usia di bawah 11 tahun hingga 13 tahun, mereka umumnya tidak mengetahui bahwa Djarum adalah merek rokok. Beberapa anak bahkan mengasosiasikan Djarum dengan peniti karena namanya.

Namun akhirnya mereka mengerti bahwa Djarum adlh merek rokok stlh mereka mengikuti audisi ini. Byk anak yg gagal melaju ke final pd tahun lalu ikut kembali audisi. Meski sudah mengetahui Djarum adlh rokok, mereka tertarik terus mengikuti turnamen ini karena mimpi jd atlet

Audisi ini membuat rokok terlihat normal, bukan sebagai produk yang berbahaya bagi kesehatan. Liza Djaprie, Psikolog mengatakan bahwa otak anak seperti spons. Menyerap semua informasi yang diterima sesuai yang tersampaikan.

Sehingga jika rokok dipersepsikan sebagai bulutangkis mereka akan menerima seperti itu. Sama halnya mereka menyerap Djarum sebagai pemberi beasiswa.

Ribuan anak yang menjadi peserta akan menganggap bahwa rokok adalah produk yang baik, terasosiasi dengan olah raga, dan Djarum adalah perusahaan yang dermawan dan peduli dengan pengembangan badminton.

Gian Carlo Binti, praktisi pemasaran dan branding, menambahkan bahwa pada dasarnya kegiatan perusahaan yang menunjukkan logo produk sudah tergolong promosi.

Kemasannya bisa beraneka ragam, seperti audisi badminton itu. “Dan promosi melalui advertising itu manipulatif,” katanya. Artinya, promosi akan selalu mencitrakan diri sebagai produk yang positif agar diterima baik oleh audiens.

Promosi Kaos vs Spanduk. Penggunaan anak sebagai media promosi merek rokok, selain efektif dalam menargetkan anak, juga lebih menguntungkan secara ekonomi bagi Djarum.

Dari perhitungan simulasi, jika Djarum beriklan menggunakan spanduk dengan jumlah yang sama seperti jumlah peserta audisi di tahun 2017, Djarum harus mengeluarkan uang sekitar enam kali lebih banyak dibanding beriklan menggunakan kaos. pic.twitter.com/6GmoSucD4E


Jadi menggunakan tubuh anak untuk mempromosikan brand image Djarum lebih murah dibandingkan menggunakan spanduk. #TangkisEksploitasiAnak #JanganMauDitipu

Pelanggaran Hukum dan Eksploitasi Anak. Kegiatan audisi Djarum tidak sebatas membiasakan brand image produk rokok kepada anak, tetapi juga memanfaatkan tubuh anak sebagai media promosi brand image Djarum.

Anak-anak yang mengikuti audisi dengan motif tunggal ingin mengembangkan diri tapi justru disalah-gunakan menjadi media promosi perusahaan rokok.

Perlakuan tersebut bertolak belakang dengan UU Perlindungan Anak Pasal 76I, “Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap Anak”.

Arti “dieksploitasi secara ekonomi” dijabarkan pada pasal 66, yakni “tindakan dengan atau tanpa persetujuan anak yang menjadi korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan...

..., pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan anak oleh pihak lain untuk mendapatkankeuntungan materiil.”

Dalam hal ini, Djarum patut diduga telah mengeksploitasi anak secara ekonomi, yakni menggunakan tubuh anak (fisik) untuk dijadikan sebagai sarana promosi produk yang telah membunuh 200.000 manusia di dunia setiap tahunnya. #JanganMauDitipu