
Ini cerita nyata, waktu aku masih kecil.
Aku lahir di Kalimantan dan keluarga besar kebanyakan domisili di Kal-sel dan Kal-teng—sedang aku di Kal-tim.

Waktu itu aku masih kelas 3 sd, pulang kampung mau lebaran ke tempat nenek, sama ortu.

Kita kalau pulang kampung itu nggak naik pesawat, karena harus singgah dulu dibeberapa tempat, jemput saudara.

Dari tempatku ke Banjar itu butuh waktu yang lumayan lama.
Berangkat jam 7 malam, nyampai sana bisa siang besoknya.

Jadi, singkat cerita aku sama keluarga berangkat ke rumah nenek, yang ada di perbatasan kal-sel dan kal-teng.

Ke sana jaman dulu itu susah, nggak kaya sekarang jalanan sudah dibagusin.
Dulu, jalanan itu ya sebatas tanah. Kalau hujan ya licak (becek, kaya berlumpur) kalau panas ya berdebu.

Kalau mau jalur darat susah, harus mutar jauh terus masuk 25 kilo-an, dari jembatan Barito lewat Anjir.
Btw, Anjir itu nama tempat ya.
Tempat yang menghubungkan Kuala Kapuas ke Tamban sama Banjarmasin.

Kalau jalan tol mah enak, 25 kilo cepat. Tapi ini 1 kilo rasanya lama sekali, jalan rusak.
Kaya jalur trek motor gunung, kalau terlalu cepat bisa terbang.

Jadi, karena sama keluarga. Kita putuskan naik kapal dari pal berapa gitu.
Oh iya di sana nggak pakai 'KM' kaya kebanyakan kota. Di sana pakai istilah 'Pal'.

Lewatin laut, terus sungai.
Akhirnya sampai.
Di sana, sepi ... namanya juga kampung ya, sawah gitu, hutan.
Jarak rumah satu ke rumah lain jauh.

H-2 Lebaran, waktunya bayar zakat.
Jadi, pergilah ke tempat bayar zakat. Lumayan jauh ke pasar.

Lewatin padang para (hutan)
Aku yang nggak bisa diem kan ikut, soalnya masih pagi.
Aku sama bapak, mama di depan sama adeknya (pamanku) —pakai motor.

Mobil nggak bisa masuk samsek.
Makanya pilihannya, pakai kapal atau pakai motor/sepeda.

Lalu, motor mogok mama sekalinya mogok.
Jalanan sepi, tapi aku sama bapak nggak sadar.
Sadarnya agak lama, barulah berhenti buat nungguin.

Lama banget, mana udah sore—udah mau balik nih nyusulin takut ada apa-apa kan, namanya daerah sepi dekat hutan.

Baru sampai rumah, ba'da isya waktu kumpul-kumpul mama cerita.
Kalau tadi pas motor mogok, dia berhenti di pinggir jalan.
Sambil nunggu, mau cari daun kelakai buat sayur, biasanya banyak dipinggir hutan gitu—tumbuh liar.

Mama lihat ada beras di sana, di plastik. Persis kaya orang habis bayar zakat fitrah.
Terus mama bilang dengar suara ayam jago.

Terus tanteku cerita, beberapa bulan sebelumnya, ada orang dari Dealer di Banjarmasin datang ngater surat motor ke daerah situ.
Motornya udah di anter, tinggal suratnya.

Dibilang salah alamat lah, nganter motor sekian unit kan pake kendaraan besar, nah ini jalanan cuma bisa di pake 2 motor, papasan aja susah.

Tapi, alamatnya bener.
Kata orang itu, dia sendiri yang ngawal unit-unit itu minggu sebelumnya.
Ya, jalannya kelihatan beda. Harusnya di situ ada jalan Tol beraspal.
—bersambung.