






Pada Jumat (18/8) malam, ditangkaplah pelakunya yang ternyata remaja putus sekolah berusia 18 tahun bernama Muhammad Farhan Balatif. Menurut Kapolda, kasus ini tetap berlanjut proses hukumnya, tanpa ada pengistimewaan, karena pelaku sudah dewasa. Menurut Kapolda, kasus tersebut bukan delik aduan, melainkan terjerat UU ITE. "Soal usianya, anak ini sudah cukup dewasa. Jadi pasti lanjut," jawabnya.
Pelanggarannya?
Pertama, remaja yang sudah sejak tahun lalu nggak senang dengan pemerintahan ini dijerat dengan Pasal 46 jo Pasal 30 Subs Pasal 45B Ayat (2) KUH Pidana dengan ancaman tujuh tahun penjara.
Kedua, perbuatannya mencuri akses Wi-Fi ilegal milik tetangganya dikenakan Pasal 335 Ayat (1) jo Pasal 64 KUH Pidana dengan ancaman pidana penjara maksimal satu tahun.
"Jadi selain menebar kebencian yang diedit sedemikian rupa dan pakai gambar binatang bertanduk sebagainya, pelaku juga menggunakan Wi-Fi ilegal milik tetangganya," ucap Kapolda Sumut, Irjen Pol Paulus Waterpaw, Senin (21/8).


Ketua KPAI Susanto meminta, tidak hanya kepolisian, tapi juga semua pihak agar bisa memaafkan tindakan S yang masih berstatus pelajar. Walaupun, dia menilai, perbuatan S telah meremehkan Presiden Jokowi.
"Tindakan itu (pengancaman kepada presiden) tak boleh terjadi dan tak boleh dilakukan pada siapapun karena simbol negara. Masih usia anak tentu kita maafkan, polisi juga maafkan atas tindakan yang dilakukannya," kata Susanto di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (24/5/2018).
Selain itu, tambah Susanto, keluarga dan S itu juga sudah melayangkan permintaan maaf secara terbuka melalui media sosial. Dalam rekaman video yang beredar di Instagram, S menyampaikan penyesalan dan meminta siapapun untuk tak meniru aksinya.
Adapun alasan polisi melibatkan KPAI dalam menangani kasus S itu karena dia masih di bawah umur. KPAI pun akan melakukan pendampingan untuk memulihkan psikologinya.
"Saya komunikasi dengan dia (S) dan menyampaikan permohonan maaf pada masyarakat. Dia juga menyampaikan agar tak menirunya, termasuk anak seusianya dan adik-adiknya di Indonesia karena tindakan itu tak boleh terjadi," katanya.
Statement Kak Seto

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi mengimbau, agar bocah berusia 16 tahun yang menghina Presiden Joko 'Jokowi' Widodo tetap diberikan sanksi.
"Tindakan remaja S tersebut tetap tidak dapat dibenarkan dan tetap harus mendapatkan sanksi," kata pria yang karib disapa Kak Seto itu di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (24/5). Kendati, Kak Seto meminta, agar pelaku yang berinisial S diberikan hukuman yang mendidik, mengingat usianya yang masih remaja. Intinya, sanksi yang diberikan diharapkan mampu memberikan efek jera.
"Misalnya, remaja S diwajibkan untuk menulis surat permintaan maaf kepada Presiden Jokowi, permintaan maaf kepada masyarakat Indonesia, merekam dengan video permintaan maaf tersebut," kata dia.